Beranda Dinamika Gerakan

Tantangan dan Pembelajaran 2009

390
BERBAGI

Sejalan dengan perubahan dan dinamika konteks dan situasi dimana HAPSARI bekerja, tantangan yang dihadapi oleh HAPSARI dan Serikat anggotanya juga makin meningkat. Tantangan rutin bagi anggota dalam berorganisasi hampir selalu berangkat dari tantangan membagi keseimbangan antara persaingan penggunaan waktu anggota mengerjakan tugas domestik di rumah, dan kesempatan yang ditawarkan lembaga untuk meningkatkan partisipasi anggota dalam berorganisasi dan berpolitik, melalui kegiatan diskusi, pelatihan, maupun pertemuan pengurus.

Menimbang 19 th Perjalanan HAPSARIBagi SPI-LB, misalnya, kebutuhan akan peningkatan pemahaman dan kemampuan mendampingi korban merupakan satu kebutuhan, di samping merupakan tantangan dalam menyediakan kegiatan peningkatan kapasitas atau pelatihannya. Tantangan mengenai keterbatasan pemahaman korban akan belum beraninya perempuan korban untuk secara penuh melimpahkan kasusnya ke SPI, merupakan pekerjaan rumah yang cukup besar. Upaya untuk terus melobi pengadilan dan pengacara juga merupakan keterbatasan SPI, mengingat adanya keterbatasan sumberdaya dan waktu pengurus SPI. Pengalaman dan kapasitas pengurus SPI Labuhanbatu yang masih terbatas dalam melakukan pendampingan atau berurusan dengan Pengacara, Jaksa, Polisi atau yang berhubungan dengan wilayah hukum merupakan tantangan yang perlu dipikirkan, bukan hanya oleh SPI-LB tetapi juga oleh HAPSARI sebagai organisasi payung.

Tantangan yang dialami Serikat baru anggota HAPSARI seperti SPI Tanah Karo Simalem lebih pada masih terbatasnya kegiatan dan program, karena pengurus terus berkonsentrasi pada rekrutmen anggota. Tantangan ini juga dirasakan dalam upaya untuk terus memahami prinsip kerja dan visi misi lembaga, yang merupakan suatu persoalan yang nampak biasa bagi organisasi baru, namun sangat penting untuk mendapat perhatian bersama, khususnya SPI Tana Karo Simalem dam Serikat Perempuan Bantul serta HAPSARI.

Tantangan besar yang sering terlupakan adalah berkenaan dengan pemahaman Serikat dan HAPSARI akan situasi dan kondisi di wilayah kerja Serikat dan HAPSARI, khususnya yang membawa dampak bagi perempuan. Persoalan ekonomi anggota Serikat dialami bukan hanya di SPI Tanah Karo Simalem tapi juga di wilayah Serikat yang lain. Persoalan akan persaingan waktu untuk mencari nafkah ekonomi dengan waktu yang perlu dialokasikan dalam berorganisasi merupakan tantangan besar. Persoalan budaya yang memarginalkan peran perempuan, ekonomi dan pengakuan peran penting perempuan dalam ekonomi keluarga dan masyarakat terus menjadi tantangan yang cukup berat untuk ditembus[1]. Peran perempuan Karo yang sangat dominan dalam sektor Ekonomi tidak mendapat pengakuan keluarganya dan masyarakat dan hal ini mempersulit gerak perempuan untuk mendapatkan haknya dalam menuntut partisipasi mereka di ranah publik[2].

Serikat yang bekerja di wilayah paska konflik seperti SEPENATAP di Poso menghadapi tantangan terbatasnya program kegiatan. Waktu yang terbatas dan jarak yang jauh membatasi pengurus SEPENATAP untuk dapat rapat atau kumpul bersama secara teratur. Selain pertemuan rutin, belum ada program khusus yang dijalankan. Pengurus SEPENATAP perlu menggali dan mengidentifikasi persoalan di lapangan yang dihadapi anggota, baik persoalan ekonomi dan sosial. Pemahaman akan persoalan yang dihadapi anggota akan mendorong adanya kebutuhan menyusun program.  Serikat perlu keluar dari persoalan hambatan keuangan dan keluar dari ketergantungan  pada donasi atapun dukungan HAPSARI.

Serikat Perempuan Bantul yang baru saja berdiri juga menghadapi tantangan di depan mata. Wilayah paska bencana (gempa bumi tahun 2006) yang mendatangkan banyak lembaga donor dan organisasi non pemerintah yang memberikan bantuan tetapi kini sudah pergi, telah meninggalkan masalah baru. Antara lain perubahan watak masyarakat yang menganggap bahwa berkelompok itu untuk mendapatkan ”proyek bantuan” atau ”uang”. Untuk menghadapi tantangan ini, diskusi-diskusi dengan kalangan pengurus SPB telah dilakukan dengan memberikan pemahaman terus-menerus bahwa tujuan berorganisasi adalah untuk membangun wadah belajar dan berjuang bersama kaum perempuan, sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar mereka.  Proses ini masih terus berjalan dan harus dilakukan terus-menerus.

Diskusi di kalangan serikat dan antara serikat dengan HAPSARI tentang dukungan penyelenggaran program dilakukan antara lain dengan melibatkan Dewan Pertimbangan HAPSARI, volunteer dan juga lembaga donor serta mitra pemerintah. Pendidikan Advokasi dan lobi di antara serikat juga menjadi kritikal internal.

Persoalan lain yang muncul di masyarakat termasuk persoalan TKW, perdagangan perempuan dan anak, HIV-AIDS perlu menjadi perhatian HAPSARI. Perhatian ini dapat dilakukan dalam bentuk monitoring/pemantauan isu, kerjasama dan dialog dengan pihak Pemda dan mitra kerja, dan juga identifikasi program yang memungkinkan dan dalam kemampuan HAPSARI dalam melakukan.

Walaupun berbagai tantangan seakan menghadang kerja lembaga dan serikat anggotanya, HAPSARI berusaha memanfaatkan sebesar-besarnya kesempatan yang ada di hadapannya, untuk memenangkan pencapaian visi, misi, dan tujuan gerakan.

Menggunakan pola perekrutan anggota kelompok dan pelaksanaan program yang sesuai kebutuhan anggota sebagai kesempatan dalam menjaring anggota baru serta memperkuat kesempatan memenangkan perjuangan PEMILU di masa yang akan datang, merupakan aspek kesempatan yang tidak akan ditinggalkan HAPSARI.

Adanya kesempatan bagi SPPN dan SPI Serdang Bedagai untuk terus mencari peluang dalam mengembangkan partisipasi serikat dalam program PNPM yang dapat meningkatkan upaya perbaikan akuntabilitas lembaga dan masyarakat dalam program,  merupakan suatu peluang yang harus pula dilirik Serikat anggota HAPSARI yang lain, mengingat PNPM ada di seluruh Indonesia. Kesempatan dalam meningkatkan kemampuan berorganisasi di kalangan Serikat melalui PNPM juga terbuka mengingat anggota serikat dapat menjadi Tim Verifikasi dan  Pengurus Tim Pembangunan di PNPM, dan juga sebagai Fasilitator Desa. Bahkan pengalaman menjadi tim koordinasi kecamatan merupakan suatu capaian dan pembelajaran serta kesempatan yang sangat perlu dihargai dan ditindaklanjuti.

Suatu proses pembelajaran yang tidak boleh ditinggalkan oleh anggota HAPSARI, mengingat manfaat yang secara langsung memperkuat kelembagaan Serikat dan HAPSARI.  Kepercayaan pemerintah dan masyarakat agar SPI meneruskan kerjanya dalam PNPM perlu diperhatikan.

Pemanfaatan POSKO tempat berkumpulnya anggota yang ada di desa berfungsi untuk mengadakan pertemuan kelompok Desa, tempat pelayanan kesehatan, rapat-rapat rutin SPI Desa, pengaduan dari perempuan dan masyarakat secara umum merupakan suatu capaian dan pembelajaran yang perlu dipelajari secara luas oleh Serikat yang lain. POSKO SPI Sergai sekarang ini berjumlah 20 Desa dari 20 kelompok anggota SPI Sergai, sudah ada papan pengumuman serta pengurus POSKO sendiri.

Kesempatan untuk bermitra dengan pihak pemerintah dan Ormas lain dalam upaya penanganan korban Kekerasan Terhadap Perempuan, yang menjadi peluang SPI Labuhanbatu dan SPI Deli Serdang perlu pula menjadi pembelajaran akan adanya peluang bagi Serikat yang lain serta HAPSARI. Kasus kekerasan terhadap perempuan ada di mana-mana dan pelayanan untuk membantu korban sangat diperlukan di wilayah kerja mereka. Adanya kebutuhan lembaga untuk mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas perlu disikapi dengan arif, antara kemampuan lembaga menjawab mandat utama dan bagaimana menjawab keperluan mendesak masyarakat. Adanya isu pendidikan untuk perempuan dan anak, konservasi lingkungan, peningkatan status dan kualitas ekonomi anggota dan peningkatan pelayanan sosial serta perlunya kampanye hak-hak perempuan merupakan kebutuhan mendesak yang perlu HAPSARI pertimbangkan.

Memburuknya kemiskinan yang mendorong jumlah TKW yang meningkat di beberapa wilayah kerja serikat perlu diwaspadai dan dicermati, serta diidentifikasi apa yang bisa dilakukan oleh Serikat dan HAPSARI. Upaya membantu perempuan perlu mempertimbangkan kemampuan lembaga dan strategi untuk bersinergi dengan lembaga lain agar hasil yang dicapai maksimal dan gerak langkah strategis. Keterbatasan tenaga, waktu dan sumber daya keuangan Serikat dan HAPSARI harus disikapi dengan memilih progam kerja yang paling menghasilkan peningkatan kesejahteraan anggota perempuan miskin di desa. Memburuknya persoalan kemiskinan, penelantaran perempuan dan anak, serta isu penurunan kualitas pelayanan sosial dalam konteks otonomi daerah dan pemekaran wilayah perlu mendapat perhatian.

Berbagai capaian yang merupakan suatu kekuatan, serangkaian tantangan serta adanya kesempatan yang terbuka lebar bagi HAPSARI dengan Serikat anggotanya merupakan suatu modal HAPSARI serta Serikat anggota untuk menyusun strategi ke depan. Capaian dan perubahan-perubahan di atas, dicapai bukan tanpa suatu pembelajaran yang mahal nilanya. Adanya peningkatan pengalaman di antara Serikat anggota HAPSARI dalam Pen’caleg’an, baik di SPPN maupun di SPI Sergai dalam proses PEMILU merupakan satu pengalaman gerakan yang luar biasa. Pengalaman membangun akuntabilitas antara Caleg dengan masyarakat yang dilayani merupakan pengalaman gerakan yang perlu untuk terus dipelajari dan diperbaiki. HAPSARI sebagai lembaga payung mempunyai pengalaman tersendiri selama menjadi tim pemenangan Caleg dan menjadi fasilitator pendidikan untuk pemilih, di samping aktif sebagai tim pengumpulan dan pengawalan jumlah suara (tim monitoring hasil PEMILU), dari TPS sampai ke PPK dan KPU. Pengalaman pertama melakukan kampanye PEMILU juga merupakan pengalaman gerakan dan pengalaman perempuan yang bagaikan membongkar gumpalan es yang selama ini menghadang keberanian anggota dalam proses demokrasi setingkat PEMILU. Selanjutnya, pengalaman pelepasan Caleg Perempuan dengan tradisi lokal, seperti ’tepung tawar’[3], membawa kekuatan kelompok dan gerakan perempuan yang makin kokoh.

Masing-masing Serikat anggota HAPSARI juga mencatat pembelajaran berharga. SPPN Sergai membangun pemahaman strategi dalam Pen’Caleg’kan akan siapa kawan dan lawan dalam penyusunan strategi pemenangan PEMILU legislatif 2009. Strategi yang berbeda di antara Caleg dan membandingkannya dengan strategi yang dikawal HAPSARI merupakan suatu kancah pembelajaran politik yang tak ternilai. Strategi membentuk kelompok yang dicatat dari pengalaman panjang HAPSARI dan pendekatan program yang menjawab kebutuhan langsung masyarakat merupakan pembelajaran penting. Adanya bantuan ternak ayam, itik, ’tracer’ untuk memotong padi, simpan pinjam, kegiatan arisan, kegiatan membuat sabun, kegiatan bordir, bantuan mesin air untuk mengairi sawah, dan bantuan jaring ikan merupakan contoh-contoh strategi yang dijalankan. Program ini akan terus ditingkatkan dan tidak hanya dalam persiapan PEMILU semata.

HAPSARI dan serikatnya harus terus banyak belajar terutama dalam hal membangun gerakan politik formal, yang sangat berbeda dengan gerakan politik di tingkat akar rumput yang selama ini HAPSARI geluti. Persaingan untuk menang dan duduk sebagai legislatif merupakan kerja sangat berat dan untuk itu membutuhkan perjuangan yang keras dan pembelajaran yang tak putus pula. HAPSARI dan serikatnya harus terus bekerja dengan banyak kader-kader militan, yang mengusung visi dan misi lembaga, yang berdasar pada nilai demokrasi, kebersamaan, persaudaraan, kesetaraan dan anti diskriminasi.

Pembelajaran SPPN Sergai dalam hal mengembangkan SBA merupakan suatu pembelajaran yang didapat setelah mencoba memaknai apa tujuan akhir menyelenggarakan sekolah ini. SBA tentunya mempunyai tujuan meningkatkan pendidikan anak-anak di wilayah SPPN. Peningkatan pendidikan tak hanya mencakup jumlah anak yang terlibat dalam proses belajar tetapi juga kualitas pendidikannya. Upaya untuk terus memperbaiki pelayanan di bidang pendidikan ini perlu mendapat perhatian SPPN dan HAPSARI.

Peningkatan kualitas hidup anggota SPI Sergai yang lebih baik karena adanya upaya dan program yang kongkrit, yang secara langsung menjawab persoalan dasar keterbatasan ekonomi di kalangan anggota SPI Sergai melalui partisipasi aktif dalam program PNPM merupakan pembelajaran yang cukup mahal, yang selama ini kurang menjadi perhatian HAPSARI. HAPSARI mengakui bahwa upaya sering terkonsentrasi pada peningkatan jumlah anggota serikat serta pada pendidikan politik dan kurang memberi perimbangan pada perhatian menjawab tantangan yang menghambat keterlibatan mereka di politik dan berorganisasi, yaitu persoalan ekonomi.***


[1] Ketika SPI mengundang pengurus untuk hadir dalam pendidikan, pertemuan akbar, pelayanan sosial, pertemuan rutin bulanan, mereka hadir walaupun dengan banyak persoalan yang harus diselesaikan misalnya :mempersiapkan uang belanja, membuat ”sambal teri kacang tanah”, merayu suami dan anak

[2] Sulit bagi perempuan untuk meluangkan waktu berorganisasi karena urgensi mencari nafkah. Hitungan untung rugi berorganisasi, paling tidak akan diukur dari hilangnya kesempatan mendapatkan uang bekerja di ladang yang diperoleh sejumlah Rp 35.000,-/hari dengan adanya pertemuan organisasi. Hal ini merupakan tantangan besar.

[3] Upacara Tepung Tawar adalah sebuah upacara adat di lingkungan masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Utara, untuk melakukan “pelepasan” dengan doa bersama agar sesuatu yang dicita-citakan mendapat berkah dari Tuhan YME dan berhasil.

Komentar Via Facebook

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here