Memperingati Hari Perempuan Internasional 08 Maret 2020
Hingga hari ini, perempuan Indonesia masih mengalami kekerasan dengan berbagai bentuk dan berbagai cara. Mengutip Catatan Tahunan Komnas Perempuan[1] tahun 2019, bahwa dalam kurun waktu 12 tahun (2008 – 2019) kekerasan terhadap perempuan meningkat hampir 800 persen, atau sebanyak 792%. Artinya, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun belakangan meningkat nyaris 8 kali lipat.
Komnas Perempuan mencatat bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 meningkat 14 persen, menembus angka 406.178 kasus, dibanding tahun sebelumnya (348.466 kasus).
Berdasarkan data-data tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling tinggi terjadi pada ranah personal, berupa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang mencapai 75% (11.105 kasus) dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Selanjutnya adalah Kekerasan terhadap Perempuan di ranah komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) kasus dan 58% (1.942) adalah Kekerasan Seksual. Sedangkan kekerasan terhadap Perempuan di ranah negara dengan persentase 0.1% (12 kasus). Ratusan ribu kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan itu belum termasuk yang tidak dicatat dan tidak dilaporkan.
Sungguh memprihatinkan, karena angka kekerasan terhadap perempuan dan termasuk kekerasan seksual konsisten mengalami peningkatan. Kekerasan dan pelecehan seksual telah menjadi teror dan alat represi yang terjadi di ranah privat maupun public. Perempuan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual mulai dalam rumah tangga, di sekolah, di kampus, di jalan, di transportasi public, di tempat kerja, hingga di dunia maya. Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan telah menjadi budaya yang menguat di masyarakat, tanpa ada perlindungan dan keamanan dari negara, bahkan terjadi pembiaran.
Ironisnya hingga saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di tahun 2018, belum juga disahkan hingga hari ini. DPR malah mendorong lahirnya Rancangan Undang – Undang Ketahanan Keluarga (RUU KK) yang berpotensi mengintervensi hal-hal yang sangat personal dan melekatkan aturan secara ketat serta mendomestifikasi perempuan. Sehingga perempuan semakin terpuruk dan semakin rentan menjadi korban kekerasan termasuk kekerasan seksual, tanpa perlindungan dari negara.
Berangkat dari hal-hal tersebut di atas, Women’s March Sumatera Utara menggelar aksi damai dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2020.
Women’s March Sumatera Utara menyampaikan sikap dan tuntutan kepada Pemerintah RI dan DPR RI/DPRD sebagai berikut:
- Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-undang;
- Cabut RUU dan RANPERDA tentang Ketahanan Keluarga karena merupakan kemunduran bagi perempuan Indonesia;
- Mendukung Keterwakilan Perempuan dalam Pilkada serentak khususnya di Sumatera Utara;
- Menuntut pelayanan publik yang ramah perempuan, menciptakan ruang aman bagi perempuan dan melawan kekuasaan patriarki yang merendahkan perempuan.
Untuk Indonesia yang maju, adil, setara dan sejahtera.
Medan, 8 Maret 2020
Women’s March Sumatera Utara
Kontak Person :
- Fery Wira Padang : 0813 9692 8252
- Anggia Nasution : 0812 6592 187
- Rosramadhana Nasution, M.Si : 0813 7643 0047
- Erwita Poetri Annisa : 0815 3784 048
- Amek Adlian : 0823 1110 4469
[1] (Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan)