Peluang Perempuan Mengakses KUR
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada UMKM dan Koperasi di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum bankable dengan plafon kredit sampai dengan Rp. 500.000.000,- yang sebagian dijamin oleh Perusahaan Penjamin. KUR merupakan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil, yang berawal dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembang Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Salah satu program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan.
Ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) bersama antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian), Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007. Kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan program ini pada tanggal 5 November 2007. Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun belum bankable.
KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 % dari plafon kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank.
KUR merupakan upaya pemerintah dalam mendorong perbankan nasional menyalurkan kredit pembiayaan kepada UMKM dan koperasi. Dalam pelaksanaan program KUR terdapat 3 pilar penting yaitu: (1) Pemerintah yang berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberiaan kredit dan penjaminan kredit, (2) Lembaga Penjamin yang bertindak selaku penjamin atas kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan, (3) Perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM dan Koperasi dengan menggunakan dana internal masing-masing.
UMKM-K yang dapat menikmati fasilitas penjaminan KUR adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 dengan ketentuan (1) merupakan debitur baru yang belum pernah mendapatkan kredit/pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan hasil Bank Indonesia Checking pada saat permohonan kredit/pembiayaan diajukan dan/atau belum pernah memperoleh fasilitas kredit program dari pemerintah, (2) khusus untuk penutupan KUR antara tanggal Nota Kesepakatan Bersama (MoU) dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjamin dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit dprogram lainnya, (3) KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan.
Pada tahun 2011 penyaluran KUR meningkat sangat pesat sebagai hasil pelaksanaan dari program revitalisasi, relaksasi dan akselerasi penyaluran KUR yang ditetapkan pada akhir 2010. Capaian Program KUR pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:
- Penyaluran KUR tahun 2011 meningkat sangat pesat mencapai Rp 29 T, naik 68,6% dari penyaluran tahun 2010 sebesar Rp17,2 T atau mencapai 45% diatas target tahun 2011 sebesar Rp 20 T, dengan jumlah debitur 1,9 juta UMKM.
- Jumlah penyaluran KUR sejak November 2007 sampai Desember 2011 mencapai Rp 63,4 T dengan jumlah debitur hampir 6 juta UMKM dan tingkat NPL rata-rata sebesar 2,1%.
- Penyaluran KUR ke sektor perdagangan masih dominan yaitu sebesar 43%. Sedangkan penyaluran ke sektor hulu (pertanian, perikanan dan kelautan, kehutanan, industri pengolahan) dan sektor hulu terintegrasi dengan usaha eceran/mikro mencapai 34,4%
Penyebaran KUR di Indonesia
Berdasarkan sebaran regional, penyaluran tertinggi KUR sampai dengan November 2011 adalah Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 9,8 T (15,5%), Provinsi Jawa Tengah Rp 9,2 T (14,5%) dan Provinsi Jawa Barat Rp 8,3 T (13,1%). Selanjutnya, untuk luar Jawa adalah Provinsi Sulawesi Selatan Rp 3,5 T (5,5%) dan Provinsi Sumatera Utara Rp 3,2 T (5%). Sebaran tersebut, sejalan dengan jumlah penduduk daerah bersangkutan termasuk populasi UMK.
Namun demikian, berdasarkan laporan dari Center for Policy Reform Indonesia, pada saat ini jumlah perempuan di Indonesia yang sudah menikmati dana KUR baru sekitar 10% atau baru sekitar 8 juta perempuan. Jumlah ini masih sangat minim mengingat total dana untuk KUR yang disiapkan sebanyak Rp 200 triliun. Padahal kesempatan perempuan untuk lebih berkiprah dalam KUR sangat besar.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mencatat, sebagian dari usaha mikro,kecil, dan menengah (UMKM) merupakan industri rumahan yang sekitar 70% pengelolanya adalah kaum perempuan[1].
Terkait kondisi di atas, maka HAPSARI mengambil langkah melakukan advokasi terhadap pelaksanaan program KUR agar berpihak pada kepentingan kaum perempuan. KUR yang merupakan klaster III dari Program Penanggulangan Kemiskinan ini, seharusnya menjadi peluang bagi masyarakat miskin termasuk perempuan untuk mendapatkan akses permodalan, mengembangkan usaha dan pada akhirnya meningkatkan penghasilan keluarga.
Ruang lingkup kerja advokasi dalam konteks ini adalah melakukan Pemantauan Pelaksanaan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ; kaitannya dengan pemenuhan Hak-hak Ekonomi Perempuan.***
Tujuan pemantauan ini adalah :
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR;
- Mengetahui sejauh mana perempuan mampu mengakses KUR;
- Memperkuat kemampuan kader-kader perempuan anggota HAPSARI untuk terlibat dalam advokasi untuk pemenuhan hak-hak ekonominya.
Sedangkan maanfaat yang diharapkan dari pemantauan ini adalah : Terbangunnya interaksi lebih efektif antara komunitas masyarakat (perempuan akar rumput) dengan pemerintah, pembuat kebijakan kunci serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan advokasi bersama dalam pemenuhan hak-hak ekonomi.***