Beranda Dinamika Gerakan

DPR, Bahas dan Sahkan RUU PKS!

665
BERBAGI

#GerakBersama

#DPRSahkanRUUPKS

Urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Sampai hari ini, kita terus disuguhi berbagai pemberitaan memprihatinkan tentang kekerasan seksual  yang muncul silih berganti. Terakhir kasus pelecehan seksual yang dialami BN oleh kepala sekolah SMA di Mataram yang berakhir menyakitkan. Korban pelecehan seksual itu justru dilaporkan dan divonis bersalah oleh Mahkamah Agung pada 26 September 2018. Berita ini menjadi viral karena  vonis hakim yang tidak adil dan melukai rasa keadilan di masyarakat (wartakota.tribunnews.com, 15-11-2018). Sebelumnya, kasus kekerasan seksual dialami seorang mahasiswi  saat KKN oleh sesama rekan mahasiswa sehingga beritanya viral di media (tribunnews.com, 07-11-2018). Di luar itu, masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi namun luput dari pemberitaan.

Sejak tahun 2014 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sudah menyatakan ‘Indonesia darurat kekerasan seksual’. Tercatat 4.475 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak perempuan (2014), tahun 2015 meningkat menjadi 6.499 kasus dan pada 2016 tercatat 5.785 kasus. Sedangkan data Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, – berdasarkan pemantauan pemberitaan media online selama periode Agustus –Oktober 2017 – menyebutkan sedikitnya ada 367 pemberitaan mengenai kekerasan seksual. Sebanyak 275 diantaranya terjadi di Indonesia.  (rapler.com- Indonesia darurat kekerasan seksual, 27 Novemeber 2017). Sementara itu di tingkat local mulai Januari hingga Nopember 2018 HAPSARI telah menangani lebih 130 kasus kekerasan terhadap perempuan dimana, 13 diantaranya adalah kasus kekerasan seksual.

Itulah mengapa aktifis HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) bersama mitra MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) di Sumatera Utara, yaitu PESADA dan BITRA, serta aktifis pemuda dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Cangkang Queer, LBH APIK, Sirkulasi Kreasi Perempuan dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Aisyiah melakukan Roadshow keberbagai redaksi media massa di Medan, mulai tanggal 27 hingga 30 Nopember 2018, guna  menyampaikan pernyataan sikap : mendesak parlemen dan pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.

Indonesia membutuhkan regulasi khusus untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Sebab hingga hari ini, belum ada payung hukum yang mengatur secara komprehensif mulai bentuk-bentuk kekerasan seksual, upaya pencegahannya, hingga  penanganan yang terintegrasi  (one stop crisis centre) serta pemulihan korban. Hukum acara yang bertumpu pada KUHAP masih mendiskualifikasi pengalaman perempuan korban. Dalam proses hukum dari kasus-kasus kekerasan seksual yang berhasil dilaporkan, bukan saja hak-hak korban diabaikan, seringkali perempuan korban justru mengalami proses menjadi korban sekali lagi oleh siapa saja (Reviktimisasi). Tanpa upaya  pemulihan yang diberikan, ditambah stigmatisasi yang terus berjalan menimpa korban dan bahkan keluarganya.

Situasi Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di DPR dan Pemerintah

Sayangnya, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan seksual di  Komisi VIII DPR, sejak ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Februari 2017 sampai hari ini belum mengalami kemajuan berarti, belum beranjak membahas RUU bersama pemerintah. Tahun 2019 adalah tahun terakhir periode DPR saat ini,  April 2019 sudah memasuki masa Pemilu Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota DPR baru. Bila RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak juga maju dalam pembahasan tahun ini, maka bisa dipastikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual gagal disahkan. Itu artinya memulai lagi dari nol di  DPR baru dan semua upaya yang dilakukan selama ini sejak 2015 diusulkan oleh masyarakat sipil hingga berhasil masuk Prolegnas  menjadi sia-sia.

Lambannya proses pembahasan  RUU PKS memperlihatkan   masih minimnya perhatian dan keseriusan serta pemahaman atas urgensi atas RUU PKS dari para pengambil kebijakan sehingga pada akhirnya berpotensi menghambat lahirnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sangat dibutuhkan dan dinantikan oleh masyarakat khususnya para penyintas kekerasan seksual. Di pihak lain, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh pemerintah yang dimotori Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga belum sesuai harapan, karena rumusan DIM (Daftar Inventaris Masalah) yang disusun pemerintah belum memberikan dukungan sepenuhnya pada substansi penting dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seperti  menghapus beberapa bentuk kekerasan seksual serta penggunaan konsep lama terkait pencabulan dan perkosaan.

Mempertimbangkan situasi terkait kepentingan untuk segera dibahas dan disahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan catatan keprihatinan atas situasi DPR yang berjalan sangat lamban, maka Kami menyampaikan tuntutan dan himbauan, sebagai berikut:

  1. Agar DPR RI khususnya Panja Komisi 8 memberi perhatian maksimal terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bersama pemerintah sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diharapkan disahkan dalam periode ini tanpa mengurangi kualitas substansi.
  2. Agar Pemerintah merevisi Daftar Inventaris Masalah (DIM) sehingga tidak mengurangi substansi penting dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan sebaliknya dapat menguatkan terobosan hukum di dalamnya, antara lain terkait jenis tindak pidana Kekerasan Seksual, hukum acara, dan terkait hak-hak korban.
  3. Agar DPR RI dan Pemerintah menggunakan prinsip-prinsip CEDAW  dalam pembahasan substansi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yakni prinsip kesetaraan substantif, non-diskriminasi dan kewajiban Negara.
  4. Agar dalam setiap pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan, DPR RI dan Pemerintah melibatkan partisipasi masyarakat dan terutama mempertimbangkan suara dan pengalaman para penyintas dan pendamping serta pihak lainnya yang telah bekerja untuk isu kekerasan seksual.
  5. Agar semua pihak terkait seperti organisasi dan kelompok masyarakat termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama mendukung dan mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang memuat pengaturan komprehensif tentang perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan seksual.

Secara khusus kepada media massa yang dikunjungi, disampaikan harapanm agar memberikan dukungan nyata untuk ikut menyuarakan segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melalui penyebarluasan informasi kepada publik bahwa DPR RI, Bahas Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual !***

Komentar Via Facebook

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here