
Kongres Pertama HAPSARI: Lahirnya Federasi Perempuan Akar Rumput Sumatera Utara
Tanggal: 8-10 November 2001 | Tempat: Balai Benih Lubuk Pakam, Deli Serdang
Di sebuah balai pertemuan sederhana di Lubuk Pakam, pada bulan November 2001, sejarah baru gerakan perempuan akar rumput di Sumatera Utara ditorehkan. Tiga hari penuh—dalam semangat yang membara—puluhan perempuan dari berbagai pelosok desa berkumpul, membawa harapan, keraguan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Di sinilah HAPSARI menapaki babak baru sebagai federasi yang mempersatukan kekuatan organisasi perempuan yang selama ini berjalan masing-masing.
Kongres Pertama ini bukan sekadar pertemuan rutin. Ia adalah jawaban atas pergulatan panjang tentang bagaimana seharusnya HAPSARI bergerak. Setelah bertahun-tahun Yayasan HAPSARI dan Serikat Perempuan Independen (SPI) Sumut berjalan beriringan tetapi tersendat oleh keterbatasan koordinasi dan struktur yang terpisah, situasi semakin mendesak.
Berbagai persoalan yang dihadapi perempuan akar rumput—dari kekerasan berbasis gender hingga stigma sosial yang mencap mereka sebagai “Gerwani baru”—meminta respon cepat dan tangguh. Namun kapasitas kepemimpinan kala itu masih mentah, dan jalur koordinasi antar lembaga justru memperpanjang jalan perjuangan.
Dirumuskan Dalam Lokakarya
Sebuah lokakarya yang difasilitasi oleh PT. Remdec Swaprakarsa—lembaga konsultan NGO di Jakarta—membuka jalan baru. Di sanalah lahir keputusan monumental: membentuk federasi, di mana seluruh serikat perempuan menjadi anggota sah dan segala sumber daya disatukan. SPI Sumut pun membubarkan diri untuk membentuk serikat-serikat perempuan di tingkat kabupaten yang lebih kuat dan mandiri.
Namun, jalan menuju federasi bukan tanpa riak. Tak semua setuju dengan peleburan ini. Beberapa orang penting di internal organisasi memilih mengundurkan diri, menyatakan ketidaksetujuannya. Sementara dari luar, suara-suara sumbang terdengar jelas: mereka meragukan langkah ini dan bahkan meyakini bahwa HAPSARI akan segera runtuh setelahnya. Tekanan datang dari segala arah, tetapi semangat perempuan akar rumput tak mudah ditundukkan.
Lahir sebagai anggota pendiri federasi HAPSARI adalah:
1. SPI Deli Serdang
2. SPI Labuhan Batu
3. SPI Simalungun
4. Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Deli Serdang
5. Perserikatan OWA Palembang
Visi yang ditetapkan sungguh berani: membangun masyarakat yang adil dan sejahtera tanpa penindasan gender, menjunjung hak yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Misinya: menjadi wadah perjuangan bersama, memfasilitasi lahirnya organisasi-organisasi perempuan independen, dan membangun mekanisme perjuangan yang demokratis.
Kongres ini juga memilih kepengurusan pertama HAPSARI dengan periode tiga tahun (2001 – 2004) :
- Ketua: Lely Zailani (Yayasan HAPSARI)
- Sekretaris: Mardiana (SPI Deli Serdang)
- Bendahara: Rusmiani Saragih (SPI Simalungun)
Deklarasi: Perempuan Akar Rumput Menyatakan Diri
Tanggal 11 November 2001, hanya sehari setelah Kongres Pertama usai, HAPSARI-FSPM (Federasi Serikat Perempuan Mandiri) melanjutkan langkah beraninya dengan sebuah deklarasi resmi di Pendopo Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Tempat ini bukan dipilih secara kebetulan. Ada semangat besar di baliknya: HAPSARI ingin memastikan bahwa suara perempuan akar rumput tak hanya bergema di desa-desa, tapi juga menggema di pusat intelektual, tempat “orang-orang pintar” berkumpul. Pesan yang hendak disampaikan jelas—bahwa gerakan perempuan akar rumput juga adalah gerakan yang sadar, cerdas, dan siap bersaing di ruang-ruang pengetahuan.
Bantuan Seorang Sahabat Perempuan
Waktu itu, seorang sahabat HAPSARI, Ibu Asima Yanti Siahaan—seorang perempuan, dosen di USU—menjadi jembatan yang membantu mengurus izin penggunaan Pendopo. Dukungan seperti ini memperkuat tekad bahwa perjuangan perempuan tak bisa berjalan sendiri; selalu ada tangan-tangan solidaritas yang ikut menopang.
Deklarasi ini dihadiri oleh 200 orang yang datang dari berbagai penjuru: anggota SPI Deli Serdang, SPI Labuhan Batu, SPI Simalungun, dan SPI Langkat. Tak hanya itu, berbagai organisasi massa dari Sumatera Utara turut hadir, seperti Serikat Buruh Kebun Indonesia, Serikat Nelayan Merdeka, kelompok pelajar, mahasiswa, organisasi non-pemerintah (ornop), seniman, hingga awak media. Bahkan ada 12 peninjau khusus yang datang jauh-jauh dari Jakarta, Lombok, dan Aceh.
Acara deklarasi ini bukan hanya formalitas. Diskusi bertema “Membangun Organisasi Perempuan yang Demokratis dan Mandiri” menjadi inti dari hari itu. Diskusi ini menghadirkan dua narasumber penting: Ibu Zohra Andi Baso dari Makasar dan Ibu Lena Simanjuntak Mertes dari Forum Köln-Jerman, dengan Ibu Ade Indriani dari OWA Palembang sebagai moderator.
Pementasan Teater
Penutup acara pun tak kalah menggugah. Teater Perempuan HAPSARI membawakan sebuah pementasan berjudul “Jalanku”, sebuah karya yang mencerminkan perjalanan panjang dan keras yang ditempuh oleh perempuan akar rumput dalam memperjuangkan hak dan martabat mereka.
Hari itu, di Pendopo USU, bukan hanya sebuah deklarasi yang dibacakan. Lebih dari itu, sebuah tekad kolektif telah ditegaskan: HAPSARI adalah suara perempuan akar rumput yang tak akan pernah dibungkam.***