Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mewujudkan agenda Nawacita dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas penggunaan dana desa melalui berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang lebih inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat desa.
Untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Desa melalui pemanfaatan Dana Desa secara lebih berkualitas, tahun 2017 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) meluncurkan Program Inovasi Desa (PID).
Strategi yang digunakan dengan pengembangan kapasitas desa secara berkelanjutan khususnya dalam bidang pengembangan ekonomi local dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia, pelayanan sosial dasar, serta infrastruktur desa (sebagaimana tertuang dalam Pedoman dan SOP Program Inovasi Desa).
Ada hal yang menarik di kabupaten Serdang Bedagai. Dimana pada kegiatan Bursa Inovasi Desa tahun 2018, dari ratusan Daftar Menu Inovasi Desa, Program Layanan Berbasis Komunitas (LBK) yang dikembangkan HAPSARI di dua Desa, yaitu Desa Bingkat dan Desa Pegajahan Serdang Bedagai, diadopsi sebagai gagasan untuk Program Inovasi Desa kabupaten Serdang Bedagai.
Layanan Berbasis Komunitas (LBK) untuk pendampingan dan penanganan korban kekerasan (perempuan dan anak) yang dikembangkan HAPSARI sejak tahun 2014, telah terbukti menjadi jawaban atas semakin banyaknya jumlah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan dan ditangani, di wilayah kerja HAPSARI di kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Tidak sekedar program, LBK adalah layanan yang diinisiasi oleh sekelompok masyarakat (komunitas) di desa, untuk memberikan pendampingan dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. LBK tidak hanya memberikan layanan pendampingan dan penanganan kasus kekerasan, LBK juga cukup strategis untuk melakukan pencegahan. Pengelolaannya melibatkan masyarakat, pemerintahan desa dan bekerjasama dengan banyak pihak, antara lain PKK, Bidan Desa, Lembaga Masyarakat, Sekolah, dan lain sebagainya.
Jadi, LBK adalah konsep dan strategi (cara bekerja) dalam menyikapi berbagai persoalan kekerasan berbasis gender, berupa tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan komunitas (masyarakat/warga) desa. Disebut ‘berbasis komunitas” karena penyikapan tersebut dilakukan bersama-sama anggota komunitas dengan mengandalkan potensi dan kekuatan yang ada di dalam komunitas.
Sedangkan komunitas yang dimaksud dapat berbasis wilayah, seperti desa atau kelurahan dan berbasis kelompok dengan latar belakang tertentu, misalnya kelompok organisasi komunitas (Serikat Perempuan anggota HAPSARI di tingkat Desa) kelompok Pengajian, atau kelompok Arisan, dan lain sebagainya.
Tujuan utama pengembangan LBK adalah untuk mendorong keikutsertaan komunitas dalam mendukung perempuan (dan anak) korban kekerasan memperjuangkan hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Hal yang inovatif dari LBK adalah; munculnya gerakan bersama, dari inisiatif komunitas menjadi tanggungjawab Negara. Tentu saja, hal ini layak diapresiasi.
Hingga tahun 2018, HAPSARI sendiri telah mengembangkan penyelenggaraan LBK di lima Desa, masing-masing di Desa Denai Kuala dan Desa Binjai Bakung, kecamatan Pantai Labu Deli Serdang, serta Desa Bingkat dan Desa Pegajahan (kecamatan Pegajahan) dan Bogak Besar, kecamatan Teluk Mengkudu Serdang Bedagai.***