Beranda Kongres Ke-lima

Kongres Ke-lima

“Memperkuat Gerakan Perempuan Akar Rumput”

Kongres kelima HAPSARI dilaksanakan tanggal 30 Juni, hingga tanggal 01 Juli 2018 di Pantai Cermin, Serdang Bedagai Sumatera Utara. Sebagaimana mandate yang tertuang dalam Pasal 16 Anggaran Dasar HAPSARI, Kongres adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di HAPSARI yang dilaksanakan setiap lima (5) tahun sekali. Namun karena kondisi keuangan HAPSARI yang terbatas, Kongres V yang seharusnya dilaksanakan pada 2016, tertunda hingga dua tahun dan baru dapat dilaksanakan pada tahun 2018.
Ada beberapa keputusan penting yang ditetapkan melalui Kongres ini, yaitu :
1. Status Keanggotaan HAPSARI
 (a) Serikat Perempuan Bantul (SPB)
Pasal 11 Anggaran Dasar HAPSARI mengatur tentang Kehilangan Keanggotaan. Ada 7 (tujuh) hal dapat menyebabkan serikat anggota HAPSARI kehilangan keanggotaannya, dua diantaranya adalah; organisasinya bubar dan atau tidak aktif menjalankan fungsi-fungsi organisasi, serta diberhentikan dan atau dikeluarkan dari keanggotaan HAPSARI berdasarkan mekanisme yang ditetapkan HAPSARI.
Sebelum pelaksanaan Kongres V ini, Riani, Ketua Pelaksana Harian (KPH) HAPSARI dan Asriyanti, Bendahara HAPSARI adalah orang yang mendapat tugas khusus untuk melakukan komunikasi untuk menghadirkan utusan organisasi SPB dan SPD dalam Kongres V HAPSARI.
Berikut adalah ringkasan informasi yang disampaikan oleh Riani dan Asriyanti :

Setelah Ketua SPB (Mirah) yang juga Bendaha HAPSARI menyatakan mundur (2013) dari kepengurusan karena hamil dan ingin focus mengurus anaknya. Posisinya sebagai Bendahara digantikan Asriyanti (SPI Serdang Bedagai) dan di SPB digantikan oleh Suhartini.

Hingga tahun 2016, Suhartini masih mengikuti beberapa kegiatan HAPSARI sebagai utusan dari SPB. Namun kepengurusan, secretariat dan program SPB sudah “tidak ada” lagi.

Pada Kongres V ini, Suhartini mewakili SPB menyatakan bersedia hadir, bahkan sudah dibelikan tiket pesawat untuk keberangkatan (Jogya – Medan). Menurut Ari Purjantati (SPI Kulon Progo) yang berkomunikasi langsung dengan Suhartini, awalnya Suhartini menyatakan akan berangkat menghadiri Kongres, bahkan menyatakan sudah dalam perjalanan. Sehingga Ari berupaya memohon kepada pihak pesawat, untuk menunda penerbangan, namun Suhartini tidak kunjung tiba, hingga saat Kongres dimulai. Dia juga tidak dapat dihubungi (HP tidak aktif).

Setelah melakukan musyawarah dan mendapat masukan dari SPI Kulon Progo sebagai Serikat terdekat dengan SPB, peserta Kongres memutuskan untuk : Menonaktifkan keanggotaan SPB, sampai adanya bukti bahwa SPB aktif sebagai organisasi dan atau HAPSARI mampu menghidupkan kembali keberadaan organisasi SPB (Kepengurusan, Keanggotaan dan Program).

(b) Serikat Perempuan Dayak (SPD)

Sejak Serikat Perempuan Dayak (SPD) menjadi anggota HAPSARI pada Kongres IV tahun 2011 di Jogyakarta, HAPSARI belum mampu memfasilitasi kebutuhan spesifik SPD sebagai organisasi Perempuan Adat.

SPD juga selalu kesulitan untuk mengutus peserta hadir dalam kegiatan-kegiatan termasuk rapat-rapat yang diselenggarakan HAPSARI. Meski demikian, dalam beberapa kegiatan pelatihan yang diselenggarakan HAPSARI peserta dari SPD pernah dilibatkan.

Hal lain yang juga menjadi kendala adalah jarak yang jauh dan keterbatasan biaya HAPSARI untuk melakukan kunjungan monitoring atau memberikan penguatan-penguatan langsung ke SPD. Pada Kongres V ini, SPD diundang untuk hadir, namun tidak ada peserta yang dapat diutus menghadiri Kongres ini.

Karena SPD sudah menjadi anggota organisasi masyarakat adat terbesar di Indonesia, dalam beberapa kali komunikasi, HAPSARI menyarankan lebih baik SPD memperkuat organisasi dengan lebih aktif berkegiatan bersama dengan organisasi masyarakat adat tersebut.

Setelah melakukan musyawarah dalam Kongres, Peserta sepakat untuk mengambil keputusan : Dengan penuh rasa hormat mengeluarkan SPD dari keanggotaan HAPSARI, namun dapat menjadi mitra atau bekerjasama dengan HAPSARI, kapan pun kerjasama dapat dilakukan.

 

2. Perubahan Penyebutan DPN dan DPA
Sidang pleno membahas pertanyaan dari peserta, apakah HAPSARI tetap mempertahankan menyebut Dewan Pengurus Nasional (DPN) sementara keanggotaan semakin mengecil (hanya) di tiga provinsi? Perdebatan cukup panjang, antara mempertahankan dengan merubah.

Argumentasi dari yang ingin mempertahankan, penyebutan DPN adalah, untuk cita-cita bahwa suatu saat HAPSARI harus berkembang hingga me-nasional.

Argumentasi dari yang ingin merubah penyebutan DPN adalah; (1) HAPSARI tidak memiliki struktur kepengurusan di tingkat wilayah, sehingga kurang tepat ada pengurus di tingkat nasional. (2) menawarkan kembali pada penyebutan ’Dewan Perwakilan Anggota’ (DPA) yang dulu pernah digunakan, sebab meskipun belum/tidak segera menasional, penyebutan DPA tetap relevan.

Keputusan yang diambil adalah: kembali menggunakan penyebutan Dewan Perwakilan Anggota, bukan Dewan Pengurus Nasional.

 

3. Visi dan Misi Organisasi
Visi HAPSARI adalah : Memperkuat dan memperluas gerakan perempuan akar rumput di Indonesia untuk mempercepat terciptanya masyarakat yang berkeadilan gender, demokratis, setara dan sejahtera.
Misi HAPSARI adalah :
1. Menumbuhkan dan menguatkan gerakan perempuan akar rumput, untuk ikut melakukan perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik yang berkeadilan di Indonesia.
2. Menumbuhkan dan menguatkan kepemimpinan perempuan akar rumput, untuk berpartisipasi aktif dalam proses-proses politik pengambilan keputusan di tingkat lokal dan mendorong perubahan sosial yang berkeadilan gender, anti kekerasan dan keberagaman.
3. Melakukan berbagai upaya untuk menghapuskan kekerasan dan ketidak adilan terhadap perempuan baik yang dialami oleh anggota khususnya dan perempuan umumnya.

 

4. Program Strategis 2018 – 2022
Berdasarkan hasil analisa capaian-capaian dan tantangan yang dihadapi organisasi, dan setelah melalui diskusi, tanya jawab dan klarifikasi, usulan Program Strategis HAPSARI Periode 2018 – 2022 yang disepakati bersama, adalah :
  1. Melakukan advokasi perluasan akses perempuan terhadap sumberdaya (anggaran, program, kebijakan) untuk pemenuhan dan perlindungan hak-hak perempuan.
  2. Membangun dan memperkuat sistim Kaderisasi Kepemimpinan Perempuan yang berperspektif keadilan gender dan keberagaman, untuk ikut memperjuangkan keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan.
  3. Memperkuat kemitraan dan jejaring untuk memperluas akses dan dukungan sumberdaya organisasi dan program.
  4. Melakukan usaha-usaha lain yang sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai HAPSARI.
5. Penetapan Kepengurusan
Kepengurusan HAPSARI periode 2018 – 2022 terdiri dari Dewan Perwakilan Anggota (DPA) dan Pelaksana Harian. DPA membentuk struktur (membagi peran) sebagai Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus yang dilakukan melalui Rapat DPA.
DPA HAPSARI hasil Kongres V ini adalah :
1. Asriyanti (SPI Sergai)
2. Ari Purjantati (SPI Kulon Progo)
3. Dermawati Harahap (SPI Labuhanbatu)
4. Ifnita (SPI Deli Serdang)
5. Lely Zailani (SPI Deli Serdang)
6. Riani (SPI Sergai)
7. Rubini (SPPN Sergai)
8. Rusmawati (SPPN Sergai)
9. Sumberini (SPI Kulon Progo)
10. Tenang Br Tariga (SPI Karo)
11. Warih Wahyuningtyas (SPI Pekalongan)
DPA HAPSARI memiliki kewenangan membagi peran dan fungsi sebagai legislatif, yudikatif dan eksekutif yang lakukan melalui Rapat DPA.***