Beranda Dinamika Gerakan

23 tahun Gerakan Perempuan Basis

449
BERBAGI

HAPSARI 23 Tahun- - Copy

(14 Maret 1990 – 14 Maret 2013) : Catatan Pembelajaran

Sebagai organisasi perempuan basis, rupanya HAPSARI juga harus belajar mendalami tentang  sistim representasi dalam politik demokrasi dan pemerintahan di Indonesia. Bagi kader-kader yang mayoritas dari kalangan ibu rumah tangga biasa, kata representasi sendiri sudah sulit, asing dan tak biasa disebut dalam keseharian.

Tapi ketika membahas bagaimana caranya dapat bertemu dan bicara dengan para pejabat pemerintahan atau dewan perwakilan rakyat, semua senada : “Payah (sulit) betul mau jumpa aja sama pemerintah dan dewan. Kalau gak dekat Pemilu, mana ada harganya rakyat jelata ini,” Kak Sarah, Ketua CU HAPSARI mengeluh.

“Kami di Labuhanbatu paling sulit mengundang yang namanya DPRD datang ke acara-acara organisasi. Ditelpon sudah, dilobi sudah, dibujuk sudah, bermohon-mohon pun sudah. Paling cuma janji, hasilnya nol, katanya perwakilan rakyat, cemana-lah...” Ujar Indah Pratiwi, kader muda HAPSARI dari serikat perempuan di kabupaten Labuhanbatu.

Belajar menjadi Fasilitator  dalam Pendidikan Advokasi untuk Komunitas-1Masih banyak cerita lain yang intinya sama : betapa sulitnya kalangan rakyat biasa, apalagi perempuan desa, ibu rumah tangga untuk berharap mempunyai relasi yang “dekat” dengan kalangan pemerintah dan dewan perwakilan.

Seperti bunyi Iklan Layanan Masyarakat yang disiarkan HAPSARI di stasiun radio komunitas, sistem keterwakilan dalam politik demokrasi dan pemerintahan di Indonesia memang merupakan hal yang rumit; menantang, dan menghadapi sejumlah rintangan.

Di balik representasi, ada relasi dan interaksi sebagai realitas yang harus kami cermati lebih dalam. Bahwa ternyata relasi dan interaksi antara masyarakat sipil (kami: organisasi perempuan basis) dengan kalangan pemerintah dan dewan perwakilan, memang belum baik, jika dibandingkan dengan relasi dan interaksi kami dengan kalangan perbankan ketika kami melakukan pemantauan implementasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Buruknya relasi – interaksi ini sekaligus menjelaskan bahwa masalah representasi memang merupakan tantangan yang harus dijawab.

Akhirnya, kami mendefenisikan dan mencari jawaban terhadap makna “representasi” yang selama ini kami defenisikan sebagai konsep “keterwakilan atau mewakili” dari seseorang, benda, institusi terhadap sesuatu gagasan. Misalnya, “dewan perwakilan rakyat” adalah konsep yang mewakili gagasan sebuah sistim politik yang demokratis. Atau, “perempuan basis” dan “perempuan akar rumput” adalah konsep yang mewakili gagasan tentang keberadaan perempuan desa, perempuan biasa yang termarginalkan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik.Box-1

Untuk menjawab tantangan tersebut, HAPSARI merancang program Memperkuat Kapasitas Advokasi Organisasi Perempuan untuk Mempromosikan dan Melindungi Hak-hak Ekonomi Perempuan pada Implementasi Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Ada 14 orang kader perempuan basis yang disiapkan di sini. Mereka mendapat beberapa jenis pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan melakukan advokasi; menjadi fasilitator pendidikan di basis-basis mereka, praktek melakukan lobi, sampai menjadi juru bicara organisasi, ketika membangun interaksi dengan kalangan pemerintah daerah dan dewan perwakilan, untuk membangu relasi yang kami sebut “relasi yang berkomitmen”, bukan relasi sebatas tupoksi.***(FederasiHapsari)

Komentar Via Facebook

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here